Sebelum kita menggali apakah itu pernalaran
deduktif, kita perlu mengetahui apa itu pernalaran. Pernalaran adalah proses
berpikir yang bertolak dari pengamatan indera
(pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi
yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap
benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Penalaran Deduktif adalah proses penalaran untuk
menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang khusus berdasarkan
fakta-fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi.
Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yaitu dimulai dari hal-hal
umum, mengarah kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah.
Penarikan kesimpulan deduktif dibagi menjadi dua,
yaitu penarikan langsung dan tidak langsung.
1.
Penarikan simpulan secara langsung
Simpulan secara langsung adalah penarikan simpulan
yang ditarik dari satu premis. Premis yaitu dasar penarikan simpulan.
A. Contoh simpulan secara langsung :
- Semua
ikan bernafas melalui insang. ( premis )
- Semua
yang bernafas melalui insang adalah ikan. ( simpulan )
2. Penarikan
simpulan secara tidak langsung
Untuk penarikan simpulan secara tidak langsung
diperlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis tersebut akan menghasilkan
sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan
premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.
Penarikan simpulan tidak langsung ada 2,yaitu :
1. Silogisme
Silogisme merupakan suatu cara penalaran yang
formal. Penalaran dalam bentuk ini jarang ditemukan/dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari. Kita lebih sering mengikuti polanya saja, meskipun kadang-kadang
secara tidak sadar. Misalnya ucapan “Ia dihukum karena melanggar peraturan lalu
lintas, sebenarnya dapat kita kembalikan
ke dalam bentuk formal berikut:
a. Barang siapa melanggar peraturan lalu lintas
harus dihukum.
b. Ia melanggar peraturan lalu lintas.
c. la harus dihukum.
Bentuk seperti itulah yang disebut silogisme.
Kalimat pertama (premis ma-yor) dan kalimat kedua (premis minor) merupakan
pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan (kalimat ketiga).
Pada contoh, kita lihat bahwa ungkapan “melanggar …”
pada premis (mayor) diulangi dalam (premis minor). Demikian pula ungkapan
“harus dihukum” di dalam kesimpulan. Hal itu terjadi pada bentuk silogisme yang
standar.
Akan tetapi, kerap kali terjadi bahwa silogisme itu
tidak mengikuti bentuk standar seperti itu.
Misalnya:
- Semua yang dihukum itu karena melanggar peraturan
- Kita selalu mematuhi peraturan
- Kita tidak perlu cemas bahwa kita akan dihukum.
Pernyataan itu dapat dikembalikan menjadi:
a. Semua yang melanggar peraturan harus dihukum
b. Kita tidak pernah melanggar (selalu mematuhi)
peraturan
c. Kita tidak dihukum.
Secara singkat silogisme dapat dituliskan :
Jika A=B dan B=C maka A=C
Silogisme dibagi menjadi 4, yaitu
A. Silogisme kategorial
Silogisme kategorial adalah silogisme yang semua
proposisinya merupakan kategorial. Proposisi yang mendukung silogisme disebut
dengan premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang
termnya menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi
subjek). Yang menghubungkan di antara kedua premis tersebut adalah term
penengah (middle term). Contoh:
- Semua
tumbuhan membutuhkan air. (Premis Mayor)
- Cemara
adalah tumbuhan. (premis minor).
- Cemara
membutuhkan air. (Konklusi)
B. Silogisme hipotetik
Silogisme hipotetik adalah argumen yang premis
mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi
katagorik. Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotetik:
1. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui
bagian antecedent. Antecedent adalah sesuatu yang nyata sebelum segala sesuatu
terjadi.
Contoh:
- Jika
hujan saya naik becak.(mayor)
- Sekarang
hujan.(minor)
- Saya naik
becak. (konklusi)
2. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui
bagian konsekuennya.
Contoh:
- Jika
hujan, bumi akan basah. (mayor).
- Sekarang
bumi telah basah. (minor).
- Hujan telah turun. (konklusi)
3. Silogisme hipotetik yang premis minornya
mengingkari antecedent.
Contoh:
- Jika politik
pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
- Politik
pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
- Kegelisahan
tidak akan timbul.
4. Silogisme hipotetik yang premis minornya
mengingkari bagian konsekuennya.
Contoh:
- Bila
mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah. (mayor)
- Pihak
penguasa tidak gelisah. (minor)
- Mahasiswa
tidak turun ke jalanan. (konklusi)
C. Silogisme alternatif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri
atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila
premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Kesimpulannya akan
menolak alternatif yang lain. Contoh:
- Nenek Sumi berada di Medan atau Makasar.
(premis 1)
- Nenek
Sumi berada di Medan.
(premis 2)
- Jadi,
Nenek Sumi tidak berada di Makasar.
(konklusi)
D. Silogisme disjungtif
Silogisme disjungtif adalah silogisme yang premis
mayornya merupakan keputusan disyungtif sedangkan premis minornya bersifat kategorik
yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis
mayor. Seperti pada silogisme hipotetik istilah premis mayor dan premis minor
adalah secara analog bukan yang semestinya. Silogisme ini ada dua macam yaitu:
1. Silogisme disjungtif dalam arti sempit. Silogisme
disjungtif dalam arti sempit berarti mayornya mempunyai alternatif
kontradiktif. Contoh:
- Heri
jujur atau berbohong.(premis1)
- Ternyata
Heri berbohong. (premis2)
- Ia tidak
jujur. (konklusi)
2. Silogisme disjungtif dalam arti luas. Silogisme
disyungtif dalam arti luas berarti premis mayornya mempunyai alternatif bukan
kontradiktif. Contoh:
- Hasan di
rumah atau di pasar.(premis1)
- Ternyata
tidak di rumah. (premis2)
- Hasan di
pasar. (konklusi)
2. Entimem
Dalam kehidupan sehari-hari, silogisme yang kita
temukan berbentuk entimem, yaitu silogisme yang salah satu premisnya
dihilangkan / tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh:
- Menipu adalah dosa karena merugikan
orang lain.
- Kalimat
di atas dapat dipenggal menjadi dua.
a.
Menipu adalah dosa
b.
Karena (menipu) merugikan orang lain.
Kalimat a merupakan kesimpulan, kalimat b adalah
premis minor (bersifat khusus) maka silogisme dapat disusun:
Premis mayor : ?
Premis minor : Menipu merugikan orang lain.
Kesimpulan :
Menipu adalah dosa
Dalam kalimat itu, yang dihilangkan adalah premis
mayor. Perlu diingat bahwa premis mayor bersifat umum, jadi tidak mungkin
subyeknya menipu. Kita dapat berpikir kembali dan menentukan premis mayornya,
yaitu perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa,jadi menipu adalah dosa.
Untuk mengubah entimem menjadi silogisme, mula-mula
kita mencari kesimpulannya. Kata-kata yang emnandakan kesimpulan ialah jadi,
maka, karena itu, dengan demikian, dan sebagainya. Kalu sudah, cari / tentukan
premis yang dihilangkan.
Contoh:
- Pada malam hari tidak ada matahari, jadi tidak
mungkin terjadi proses fotosintesis.
- Bentuk silogismenya adalah :
- Premis mayor: Proses fotosintesis memerlukan sinar
matahari.
- Premis minor: Pada malam hari tidak ada matahari.
Kesimpulan : Jadi, pada malam hari tidak mungkin ada
fotosintesis.
Sebaliknya, untuk mengubah silogisme menjadi
entimem, cukup dengan menghilangkan salah satu premisnya.
Contoh:
- Premis mayor
: Anak-anak berusia di atas sebelas tahun telah mapu berpikir formal.
- Premis minor
: Siswa kelas 6 di Indonesia telah berusia lebih dari sebelas tahun.
Kesimpulan
: Siswa kelas 6 di Indonesia
telah mampu berpikir formal.
- Entimem dengan penghilangan premis mayor:
Siswa kelas 6 di Indonesia telah berumur di atas
sebelas tahun, jadi mereka mampu berpikir formal.
- Entimem dengan penghilangan premis minor:
Anak-anak yang berusia di atsa sebelas tahun telah
mampu berpikir formal, karena tiu siswa kelas 6 di Indonesia mampu berpikir
formal.